Sedikitnya,
ada dua pelajaran yang mesti diambil apabila seseorang ingin berhasil. Pertama,
belajar dari kesalahan dan keberhasilan diri sendiri. Dan kedua, belajar dari
keberhasilan (dan kegagalan) orang lain (QS Ali Imran 3:137). Dalam sebuah
hadits, Nabi menganjurkan supaya mencari ilmu “sampai ke negeri China.”
Untungnya, orang Indonesia tidak perlu jauh-jauh sampai ke China untuk belajar
ilmu mereka.
Karena, banyak orang China atau Tionghoa berada di Indonesia. Dalam konteks pendidikan, patut kiranya kita belajar bagaimana cara mereka mendidik anak. Karena sukses atau gagalnya seseorang, akan sangat tergantung bagaimana didikan masa kecil orang tersebut.
Karena, banyak orang China atau Tionghoa berada di Indonesia. Dalam konteks pendidikan, patut kiranya kita belajar bagaimana cara mereka mendidik anak. Karena sukses atau gagalnya seseorang, akan sangat tergantung bagaimana didikan masa kecil orang tersebut.
Berikut
kisah seorang keluarga Tionghoa di Medan dikutip dari harian Kompas Februari
2008:
“Seperti
halnya tradisi dalam keluarga Tionghoa, Sofyan Tan tokoh masyarakat Tionghoa di
Medan mendidik anak-anaknya, khususnya anak pertamanya, dengan keras.
Anak-anaknya diharuskan membuat target juara dan bila target itu tercapai
mereka diberi hadiah.
Sofyan tidak
memberikan uang jajan kepada anak-anaknya secara cuma-cuma. Uang jajan hanya
diberikan sebagai kompensasi nilai ujian yang bagus. Untuk tiap nilai yang
bagus memperoleh Rp 5.000. Khusus untuk nilai matematika dan sains yang bagus
memperoleh Rp 20.000.
Dari Senin
sampai Jumat, anak-anaknya tidak bermain di luar. Sama seperti kebanyakan
anak-anak dari keluarga keturunan Tionghoa lainnya, keempat anak Sofyan
mengikuti berbagai macam les: dari kesenian, bahasa asing, sampai matematika.
Putri
pertamanya, Tracy (18), baru-baru ini berangkat ke Inggris untuk mengambil
persiapan masuk ke universitas. Rencananya ia akan mengambil Bidang Studi
Matematika di Universitas Cambridge. Putri keduanya, Cindy, yang mempunyai
bakat melukis ingin mendalami desain grafis. Felix (14), anaknya ketiga, ingin
meneruskan jejak ayahnya menjadi dokter.
Di tengah
kesibukannya, Sofyan sebisa mungkin mengantar dan menjemput anaknya ke sekolah.
Dalam perjalanan itu Sofyan punya kesempatan berbincang-bincang santai dengan
keempat anaknya. Secara intensif Sofyan berkomunikasi dengan anak-anaknya…”
Pelajaran
yang dapat diambil dari kisah di atas adalah, pertama, keluarga Sofyan Tan
adalah termasuk keluarga kaya. Akan tetapi, kekayaan itu tidak dipakai untuk
memanjakan anak dengan,misalnya, membelikan apapun yang diminta anak. Seperti
umumnya kebiasaan orang kaya non-China.
Kedua,
kepribadian dan karakter utama seorang pemenang seperti percaya diri, disiplin,
ulet dan pekerja keras harus ditanamkan sejak dini dalam lingkungan keluarga.
Bukan di sekolah, atau setidaknya sekolah hanya sebagai pelengkap. Dan itu
tidak hanya dengan kata-kata, tapi dengan pelatihan dan gemblengan terus
menerus yang terkadang dirasa kurang enak bagi anak dalam jangka pendek.
Ketiga,
memberi tambahan soft-skills pada anak dengan mengikutkan les yang sesuai
dengan bakat anak akan sangat menambah daya kompetitif dan percaya diri anak
sekarang dan di masa depan. Selain itu, banyaknya kesibukan akan mengurangi
potensi anak melakukan perbuatan yang tidak berguna.
Keempat,
teladan orang tua. Keteladanan orang tua adalah kunci sukses apapun nilai yang
ingin ditanamkan pada anak. Walk the talk. Lakukan apa yang dikatakan.
Kelima,
sebagai seorang muslim, keimanan dan keislaman tentunya harus menjadi salah
satu “kurikulum” wajib pendidikan dalam keluarga.[]
Belajar
Mendidik Anak dari orang China (Tionghoa).
Oleh A. Fatih Syuhud
Ditulis untuk Buletin Santri
PP Al Khoirot Karangsuko, Malang
Oleh A. Fatih Syuhud
Ditulis untuk Buletin Santri
PP Al Khoirot Karangsuko, Malang